Rabu, 16 Juni 2010

Pak Ogah

Priiiit…., tangannya memberi tanda berhenti, yang satu lagi mengisyaratkan lalu lintas di jalur lain untuk berjalan. Dia selalu setia berdiri dipersimpangan dari pagi hingga petang dengan pakaian yang lusuh dan semprit dibibir.

Banyak orang yang seneng dengan memberikan uang receh karena jasanya dan memang tidak ada upah resmi juga karena lalu lintas jadi lancar tetapi ada yang ga peduli dengan keberadaannya, menganggap cuma akal-akalan untuk cari duit.


Sebenarnya kita pantas berterima kasih kepada mereka ( dilihat dari tempat atau simpang empat yang diatur ) karena telah bekerja dengan sukarela tanpa upah dari instansi resmi. Sedangkan petugas resmi dengan gaji lumayan dan sederet jaminan tidak ditempatkan pada lokasi tersebut yang nyata-nyata perlu penanganan.

Kedua pendapat/pro dan kontra keberadaan pak Ogah memang benar, itulah pendapat banyak orang. Dengan kondisi simpang empat yang belum tersentuh lampu pengatur lalu lintas mau tidak mau kita harus menerima keberadaan mereka. Itulah kondisi pembangunan yang belum merata padahal ada didalam wilayah ibu kota Negara Republik Indonesia.

Ah……, Kapuk….. Kapuk, berat nian beban yang kau tanggung. Sayang sekali aku bukan pemegang hak untuk mengurangi bebanmu. Doaku menyertai kalian.

Tidak ada komentar: